www.daytekno.com – Lokasi: Desa Tembok Rejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, 68472Map: KlikDisiniHTM: –Buka/Tutup: 08.00-17.00Telepon: –
Kota Banyuwangi ternyata menyimpan begitu banyak pesona wisata. Mulai dari wisata alam, wisata kuliner, wisata adat, hingga wisata religi.
Untuk kali ini akan dibahas mengenai wisata religi di kota paling ujung dari pulau Jawa tersebut. Salah satu obyek wisata religi di Banyuwangi yang terkenal adalah Pura Agung Blambangan.
Pura Agung Blambangan adalah sebuah permulaan dari munculnya penganut agama Hindu di Bali. Tempat ibadah umat hindu ini termasuk yang tertua.
Telah berdiri selama sekitar empat puluh tahun lebih, lokasinya berada di Desa Tembok Rejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, sekitar tiga puluh menit dari kota Banyuwangi. Berdirinya pura ini bahkan bertepatan dengan piodalan pura Blambangan.
Petunjuknya adalah dekat dengan situs peninggalan purbakala umpak songo dan pelabuhan ikan muncar. Untuk memudahkan rute perjalanan Anda, bila kesulitan menemukan alamat lokasi pura.
Tidak hanya sebagai tempat ibadah suci, melainkan juga situs bersejarah, terutama bagi umat hindu Bali. Selain sebagai pura tertua, juga merupakan pura terbesar kedua di pulau Jawa, setelah Pura Gunung Salak Jawa Barat. Bahkan termasuk yang paling besar di kota Banyuwangi sendiri.
Pada awalnya pura blambangan tidak berdiri di tempat yang sekarang, supaya dapat menampung lebih banyak umat dan melakukan doa bersama, maka dilakukan pemindahan bertepatan dengan piodalan pura. Piodalan sendiri berarti merayakan hari lahirnya pura.
Sekarang pura blambangan berada di atas lahan seluas satu hektar dan sering dilakukan doa bersama. Tak hanya itu saja, pura ini bahkan identik dengan perayaan kuningan.Dalam perayaan kuningan ini, umat melakukan doa bersama dengan dipimpin oleh dua puluh satu pemangku.
Upacara doa tersebut dilakukan selama tiga hari, tujuannya untuk memberi kesempatan bagi para umat supaya dapat ikut sembahyang walaupun bukan waktu puncak perayaan.
Asal usul nama Blambangan pada pura sendiri, erat kaitannya dengan kerajaan Blambangan yang menganut Hindu. Dahulu kerajaan tersebut berada di sebelah selatankota Banyuwangi.
Berdasarkan data silsilah kerajaan, tercatat bahwa raja terakhir yang berkuasa kala itu adalah Prabu Minakjinggo. Kerajaan Blambangan sangat erat kaitannya dengan masyarakat hindu Bali, karena leluhur mereka juga berasal dari kerajaan tersebut.
Pura Agung Blambangan tak hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebuah obyek wisata yang sudah seharusnya dilestarikan. Telah dijelaskan sebelumnya juga bahwa pura agung tersebut memiliki nilai sejarah tinggi yang berhubungan dengan sebuah negeri.
Banyak wisatawan datang ke sini, selain melihat prosesi ritual yang sedang berlangsung, mereka juga mengagumi dengan pola arsitektur dari pura.
Obyek wisata dengan konsep wisata religi, tentunya ada aturan tersendiri saat berkunjung ke pura. Sama seperti berkunjung ke lokasi wisata lainnya selain tempat ibadah.
Apalagi tempat ibadah, pengunjung dilarang melakukan tindakan tercela, dan mengenakan pakaian sopan selama berada di lingkungan pura.
Salah satu aturannya adalah pengunjung diharuskan mengenakan kain selendang dan diikatkan pada pinggang.
Sejarah Blambangan
Secara harfiah, blambangan memiliki arti kerajaan dengan rakyat yang cukup banyak. Diambil dari kata bala berarti rakyat, serta ombo berarti besar atau banyak, jadilah blambangan.
Berada di pesisir timur pulau Jawa. Dinyatakan bahwa kerajaan blambangan telah berkuasa pada masa kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit sendiri adalah kerajaan tertua di Indonesia, sudah pasti kerajaan blambangan pun berusia ratusan tahun juga.
Selama masa berdirinya, blambangan melalui banyak konflik yang berujung perang, baik secara eksternal maupun internal. Sejarah mencatat bahwa kerajaan Blambangan berhubungan erat dengan kerajaan Majapahit, selain memiliki latar belakang budaya yang sama, juga menganut agama yang sama yaitu hindu.
Namun pada awalnya bukanlah blambangan namanya, yaitu istana atau kerajaan timur yang dipimpin oleh Bhre Wirabhumi. Walaupun demikian hal ini tetap mengacu pada kerajaan yang dimaksud.
Dalam naskah Bujangga Manik pada abad ke 15 atau awal abad 16, disebutkan sebuah tempat dengan nama Balungbungan, berada di ujung timur dari Jawa Timur dan merupakan tempat ziarah bagi umat hindu.
Nama Blambangan baru disebutkan dalam beberapa serat yang dituliskan pada abad ke-18, masa di mana sedang berlangsung kekuasaan yang kuat antara Mataram Islam dan Belanda di kawasan Jawa Tengah.
Perang antara kerajaan timur dengan kerajaan lainnya terus berlangsung, termasuk perang saudara untuk mempertahankan kekuasaan masing-masing.
Perang berlanjut hingga ke wilayah daha, kediri. Seorang Raja Kediri, Dyah Ranawijaya, melarikan diri ke Panarukan, sebuah kota yang sekarang adalah sebuah kecamatan, kabupaten Situbondo, arah utara dari Banyuwangi.
Dyah Ranawijaya sebelumnya adalah seorang raja kediri yang berkuasa, terutama setelah mengalahkan Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit.
Namun, setelah dikalahkan oleh kerajaan Demak, beliau melarikan diri ke Panarukan, kala itu merupakan sebuah pelabuhan yang sangat ramai dan menjadi pangkalan kapal penting bagi kerajaan Majapahit sejak abad ke-14.
Datangnya Dyah Ranawijaya ke Panarukan dapat dikatakan untuk melanjutkan kekuasaan Kediri, yang dianggap oleh pemerintah Belanda waktu itu sebagai kerajaan Blambangan.
Hal ini disebutkan dalam sebuah berita oleh bangsa Portugis, tahun 1528 dikirimkan utusan dari kerajaan Hindu di Panarukan menuju Malaka. Tujuan pengiriman utusan tersebut adalah untuk menghalangi pengaruh penyebaran Islam di tanah Jawa.
Namun proses penyebaran agama Islam di Panarukan sudah pasti terkendala, karena dari awal sudah menolak.
Akibatnya adalah Sultan Trenggana terbunuh di dekat Panarukan, karena mati-matian berjuang mempertahankan panarukan selama tiga bulan. Hingga akhirnya terdesak, saat Pasuruan telah berhasil dikuasai Demak.
Puncaknya adalah saat ibukota Blambangan berhasil direbut Pasuruan-Demak tahun 1601, dan kerajaan Blambangan mulai dipengaruhi oleh agama Islam.
Kemudian pusat pemerintahan mulai pindah ke wilayah Selatan, yaitu Muncar. Saat kerajaan Mataram kembali berkuasa, Blambangan pun menyatakan kembali kemerdekaannya.
Akibat adanya pengaruh dari Mataram, menyebabkan Banyuwangi tidak masuk dalam ragam budaya Jawa, terutama Jawa Tengahan, bahkan dalam bahasa Jawa pun berbeda dengan bahasa Jawa baku yang umum digunakan di Jawa Tengah.
Blambangan lebih banyak terpengaruh dari Bali, hingga dalam kesenian pun banyak terdapat pengaruh dari Bali. Inilah sejarah singkat dari awal mula kerajaan Blambangan, yang diasumsikan berasal di Panarukan dan bukan berasal dari Istana Timur Lumajang.
Walaupun demikian, ini adalah sejarah dan dibutuhkan kesabaran serta kebijaksanaan dalam menyusun rangkaian sejarah masa lalu berdasarkan dari catatan-catatan yang ada, juga peninggalan purbakala seperti prasasti.
Demikianlah pembahasan mengenai pura agung Blambangan, dimulai dari asal usul kerajaan Blambangan.
Mengenai tata kelola pura, telah diatur dalam sebuah organisasi yang bertugas untuk menjaga kemurnian dan keindahan pura. Para pengunjung harap menjaga tata krama selama berada di dalam kawasan pura.
Banyak hal menarik di Banyuwangi yang dapat kita ambil hikmahnya. Selain memiliki rangkaian objek wisata cantik, tentunya juga memiliki sejarah yang mengagumkan mengenai asal muasal kota yang berada di ujung timur pulau Jawa ini.