www.daytekno.com – JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan deflasi sebesar 0,11%% pada Oktober 2022 dipengaruhi atas penurunan harga hortikultura di tengah kenaikan harga beras. Penurunan rambatan dampak kenaikan tarif Bahan Bakar Minyak (BBM) juga ikut berperan.
“Melimpahnya stok pangan hortikultura mendorong penurunan harga, seperti cabai, produk unggas, dan tomat. Di sisi lain, harga beras naik akibat kelangkaan pupuk dan pengaruh cuaca yang mengganggu produksi panen gadu,” ucap Kepala BKF Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu dalam pernyataan resmi yang diterima pada Rabu (2/11).
Pemerintah terus melakukan berbagai langkah mitigasi untuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi komoditas pangan agar inflasi pangan tetap terkendali. Hal ini terbukti memberikan hasil yang positif, sehingga penggunaan berbagai anggaran seperti anggaran ketahanan pangan dan anggaran infrastruktur untuk memperlancar penyediaan pangan yang mudah dan terjangkau akan terus diperkuat.
“Dana insentif daerah yang diberikan kepada pemerintah daerah juga terbukti efektif mendorong daerah untuk lebih bekerja keras lagi dalam pengendalian inflasi di wilayahnya,” ucap Febrio.
Inflasi inti masih tren naik secara moderat, mencapai 3,3% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy), didorong oleh kenaikan inflasi beberapa kelompok pengeluaran seperti perumahan, transportasi, pendidikan, dan jasa penyediaan makanan dan minuman/restoran.
“Kenaikan inflasi inti mencerminkan peningkatan permintaan domestik secara keseluruhan sejalan dengan membaiknya kondisi pandemi,” kata Febrio.
Inflasi inti masih melanjutkan tren naik secara moderat, mencapai 3,3% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy), didorong oleh kenaikan inflasi beberapa kelompok pengeluaran seperti perumahan, transportasi, pendidikan, dan jasa penyediaan makanan dan minuman/restoran.
“Kenaikan inflasi inti mencerminkan peningkatan permintaan domestik secara keseluruhan sejalan dengan membaiknya kondisi pandemi,” lanjut Febrio.
Inflasi administered price bergerak stabil pada 13,3% (yoy) didorong oleh dampak lanjutan penyesuaian harga BBM (bensin dan solar) di September. “Bantuan sosial tambahan berupa bantuan langsung tunai dan bantuan subsidi upah terus disalurkan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat”, lanjut Febrio.
Berbagai upaya terus ditempuh untuk mengendalikan inflasi baik di pusat maupun daerah, terutama untuk meredam dampak rambatan kenaikan BBM. Operasi pasar digelar di berbagai daerah untuk menjaga stabilitas harga pangan dengan koordinasi antara TPIP dan TPID. “Peran Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) telah berhasil menjaga inflasi volatile food.
“Kinerja baik ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Ke depan, tekanan inflasi terkait efek musiman khususnya musim penghujan masih harus diwaspadai bersama,” kata Febrio.
Sinergi Kebijakan
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia(BI) Erwin Haryono menyatakan, penurunan inflasi menjadi 5,71% pada Oktober 2022 disebabkan karena eratnya sinergi kebijakan antara BI, pemerintah pusat, pemerintah daerah, berbagai mitra strategis lainnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID) serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Sinergi antar pihak ini bisa terlihat dalam upaya menurunkan laju inflasi termasuk mengendalikan dampak lanjutan penyesuaian harga BBM.
BI memberikan apresiasi kepada seluruh pemangku kebijakan yang secara bersama-sama menjaga stabilitas harga sehingga mendukung daya beli masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi. Untuk keseluruhan tahun 2022, Bank Indonesia memandang inflasi akan lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan awal, meski masih di atas sasaran 3,0±1%.
“Sinergi kebijakan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dengan BI akan terus diperkuat untuk memastikan inflasi agar segera kembali ke sasaran yang telah ditetapkan,” ucap Erwin.
Untuk ke depan, inflasi inti diperkirakan tetap terkendali, seiring dengan penurunan dampak lanjutan penyesuaian harga BBM di tengah permintaan yang berlanjut serta langkah-langkah pengendalian inflasi yang ditempuh. “BI berkomitmen untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting) dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023,” terang Erwin.