www.daytekno.com – Upacara minum teh di Jepang sudah sangat terkenal. Ritual yang disebut dengan Chanoyu banyak diminati oleh turis asing yang datang ke Jepang.
Upacara minum teh ini melibatkan kegiatan menyiapkan dan menyajikan matcha, yaitu bubuk teh hijau asli Jepang. Teh tersebut disajikan bersama dengan manisan tradisional khas Jepang untuk mengimbangi rasa pahit teh.
Ritual minum teh ini sudah menjadi bagian dari budaya Jepang dan sudah berlangsung selama berabad-abad. Upacara ini memiliki tata cara yang harus diikuti oleh semua yang terlibat.
Ini bukan sekedar minum teh tapi berhubungan dan budaya. Sejarah panjang upacara ini juga menarik untuk diketahui. Mau tahu lebih banyak tentang upacara minum teh di Jepang? Baca faktanya di sini.
1. Sejarah Teh serta Upacaranya di Jepang
Tradisi minum teh serta produksinya dimulai sekitar abad ke-4 di Cina. Sementara biji teh pertama tiba di Jepang pada masa Dinasti Tang (618-907). Upacara minum teh Jepang pertama kali disebut pada abad ke-8.
Pada abad itu juga muncul tulisan yang menyebutkan seorang pendeta Buddha Cina mengajarkan cara menyiapkan teh hijau dengan benar kepada orang Jepang.
Tanaman teh ditanam di Jepang selama periode Nara (710-794). Namun teh tersebut hanya digunakan untuk tujuan pengobatan. Selain itu, minum teh adalah hak istimewa bagi pendeta Buddha yang memiliki pangkat tinggi dan kaum bangsawan. Sampai sekitar tahun 1192 minum teh merupakan kemewahan bagi kaum elit.
Barulah pada abad ke-13 minum teh menjadi bagian penting untuk budaya Jepang. Perubahan ini dilakukan di periode samurai berkuasa. Popularitas teh pun kemudian menyebar ke seluruh Jepang. Selama periode ini diselenggarakan pesta teh mewah yang besar disertai dengan permainan yang berhubungan dengan membedakan jenis teh.
2. Dilakukan di Cha-Shitsu
Upacara minum teh di Jepang dilakukan di sebuah rumah teh yang disebut cha-shitsu. Idealnya tempat ini berupa bangunan kecil yang letaknya terpisah dari rumah utama.
Namun seringkali cha-shitsu hanya berupa ruangan khusus dari sebuah rumah. Untuk memberikan kesan sederhana tapi berseni maka pemilihan bahan dan konstruksi cha-shitsu dilakukan dengan sangat hati-hati.
Biasanya ruangannya memiliki ukuran kira-kira 3 m2 atau lebih kecil. Di salah satu ujungnya terdapat ceruk yang dinamakan tokonoma, yang di dalamnya ditampilkan lukisan gulir gantung, rangkaian bunga, atau bisa keduanya.
Ruangan tersebut juga mempunyai perapian cekung kecil yang disebut ro dan pada musim dingin digunakan untuk memanaskan ketel teh. Pada musim panas untuk memanaskan teh digunakan anglo portable. Cha-shitsu memiliki pintu masuk yang kecil dan rendah. Pintu tersebut didesain untuk menunjukkan kerendahan hati.
3. Bapak Upacara Minum Teh
Dalam sejarah budaya Jepang, Murata Juko (1423–1502) dikenal sebagai “bapak” upacara minum teh Jepang. Murata Juko memberikan pengaruh awal dalam promosi teh memakai kerajinan Jepang, di pondok teh kecil dan berdasar pada kesederhanaan.
Murata Juko yang merupakan seorang guru Zen abad ke-15 melanggar semua aturan ritual minum teh untuk para aristokrat dengan menyelenggarakannya di ruang kecil dengan hanya beralaskan tikar yang sederhana.
4. Sen no Rikyu, Penyempurna Upacara Minum Teh
Ritual upacara minum teh di Jepang disempurnakan oleh Sen no Rikyu (1522-1591). Rikyu merupakan putra seorang saudagar kaya dari daerah Sakai, yang dekat dengan Osaka.
Daerah ini pada abad ke-16 merupakan sebuah pelabuhan perdagangan paling makmur di Jepang. Berlatar belakang keluarga saudagar kaya membuat dia masuk dalam lingkaran upacara minum teh orang kaya.
Namun ternyata dia lebih tertarik dengan pendekatan para pendeta. Bagi para pendeta tersebut ritual minum teh merupakan perwujudan dari prinsip Zen untuk menghargai yang suci dalam kehidupan sehari-hari. Mencontoh Murata Juko, Rikyu menghilangkan semua hal yang tidak penting dari ruang minum teh juga cara persiapannya.
Dia pun kemudian mengembangkan ritual minum dengan tidak ada gerakan yang sia-sia dan tidak ada benda yang berlebihan. Daripada memakai bejana impor yang mahal di aula resepsi yang mewah, dia membuat teh di pondok jerami dengan menggunakan ketel besi sederhana.
Untuk teh digunakan wadah berpernis polos, sendok teh dan kocokan yang dibuat dari bambu, dan untuk minum teh digunakan mangkuk nasi.
Dekorasi satu-satunya dalam cha-shitsu dalam gaya Rikyu yaitu lukisan gulir gantung atau vas bunga yang diletakkan di ceruk. Karena ruangannya tidak memiliki banyak dekorasi, peserta jadi lebih fokus pada detail acaranya hingga terbangun keindahan.
Sen no Rikyu (1552 -1591) merupakan orang yang menciptakan upacara minum teh Jepang yang dikenal sekarang ini. Dia juga kenal untuk konsep kunci sei, kei, wa dan jaku.
Upacara minum teh gaya Jepang sudah menyebar di berbagai lapisan masyarakat Jepang pada akhir abad ke-16. Tempat terbaik untuk merasakan dunia teh di Jepang adalah Kyoto, Kamakura, Tokyo, dan Kanazawa
5. Bahan dan Alat yang Dibutuhkan dalam Upacara
Di dalam upacara minum teh Jepang dibutuhkan beberapa hal. Yang tentunya harus ada adalah tehnya. Selain itu, ada juga peralatan lainnya. Berikut ini beberapa barang yang digunakan dalam upacara minum teh tersebut: