www.daytekno.com – (03/12/2022) Manajemen Oprasional menjadi salah satu mata kuliah wajib yang diikuti oleh mahasiswa Manajemen Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.Dalam penugasannya, mahasiswa melakukan observasi dan analisis sebuah UMKM. Kelompok 11 yang diketuai oleh Desi Ayu (253) dan beranggotakan Fuad Muhammad (097), Sendri Diki (112), Alexander (256) dan dosen pengampu bapak azwar.Kami memutuskan untuk mencari salah satu UMKM yang berada di kampung Gerabah Kasongan, kampung yang berlokasi di Kelurahan Kasihan, Kecamatan Kasongan, Kota Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kampung tersebut dipilih menjadi lokasi untuk pengamatan dengan dasar alasan memenuhi tugas. Kegiatan observasi ini dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2022. Sebagaian masyarakat yang tinggal diwilayah ini bekerja sebagai pengerajin keramik atau gerabah, sehingga dijuluki sebagai Kampung Wisata Gerabah Kasongan. Asal sebutan Kampung Gerabah dikarenakan masyarakat yang tinggal diwilayah ini telah memproduksi berbagai macam keramik atau gerabah sejak tahun 1971. Sudah sejak lama desa itu menjadi sentra kerajinan gerabah di Yogyakarta, berbagai macam barang olahan gerabah banyak dihasilkan para penduduknya mulai dari piring, kuali, kendi, guci, pot pigura, mainan anak, hingga karya-karya lainnya. Berjarak dari 7kilometer dari pusat Kota Yogyakarta, desa wisata kasongan mudah dijangkau wisatawan. Tak hanya membeli kerajinan bahkan beberapa galeri gerabah menawarkan kursus singkat pembuatan gerabah bagi para wisatawan yang berminat.
Kami dari kelompok 11 memilih usaha sentra keramik atau gerabah milik bapak Sapar. Usaha tersebut sudah berdiri sejak tahun 80-andan awal usaha ini hanya membuat alat-alat dapur lalu berubah menjadiberbagai kerajinan diantaranya seperti keramik, wuwung, kendi, dan patung.Hal tersebut dilakukan untuk mengikuti permintaan pasarnya.
Namun saat ini, produksi hanya berfokus pada pembuatan wuwung, karena semenjak pandemi COVID-19, permintaan produk yang lain menurun dari permintaan biasanya. Usaha bapak Sapar dikerjakan oleh keluarganya sendiri, kegiatan produksi ini dilakukan dari pukul 09.00-16.00 WIB. Bahan yang digunakan untuk membuat gerabah adalah tanah liat, biasanya bapak Sapar membeli bahan tersebut dari supplier setiap minggunya sejumlah 4 kubik untuk memenuhi kebutuhan produksinya.
Teknik proses pembuatan gerabah dari masa tersebut masih sangat sederhana, yaitu dengan teknik tangan dan pembakaran tradisional. Pembakaran tradisional adalah pembakaran secara terbuka, dalam lubang dangkal beralas tanah liat dengan api rerumputan menyala. Teknik proses pembuatan gerabah seperti itu masih digunakan sampai sekarang oleh sebagaian perajin keramik di Indonesia. Proses pembuatan gerabah pada dasarnya memiliki tahapan yang sama untuk setiap kriyawan, yang membedakan adalah perbedaan alat yang dipakai dalam proses pengolahan bahan dan proses pembentukan atau perwujudan. Perbedaan alat merupakan salah satu faktor penyebab perbedaan kualitas akhir yang dicapai masing-masing kriyawan. Kendala proses pembuatan keramik atau gerabah sendiri adalah Ketika musim hujan, karena akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengeringkan gerabah serta kesulitan untuk mencari bahan pembakaran yang berupa kayu atau jerami.
Untuk mendapatkan gerabah yang menarik, hal yang digunakan oleh bapak Sapar adalah dengan memberikan motif hias pada gerabah. Gerabah yang digunakan untuk rumah tangga biasanya bermotif sederhana atau polos, sedangkan gerabah untuk kepentingan lain tentunya memerlukan motif yang lebih baik. Tanah atau lempung dibentuk sedemikian rupa sehingga membentuk benda-benda yang dikehendaki, beberapa teknik pembentukan yang dapat diterapkan antara lain seperti teknik putar, teknik cetak, teknik pijat, teknik pilin, teknik lempengan, dan gabungan. Dari beberapa teknik tersebut, pembentukan gerabah ini juga dapat dilihat dari dua tahap yaitu tahap pembentukan awal (badan gerabah) dan tahap pemberian dekorasi atau ornamen.
Untuk harga produknya sendiri bervariasi, tergantung dari tingkat kesulitan pembuatan produk tersebut. Contohnya seperti harga patung dijual dengan harga Rp.1.500.000 bahkan bisa lebih. Sedangkan untuk biaya bahan bakunya untuk 1 kubik tanah liat dihargai Rp.60.000 dan dalam satu bulan dapat menghabiskan 8 kubik tanah liat, maka dari itu umkm ini mengeluarkan biaya bahan baku sebesar Rp. 600.000 per bulan. Sedangkan biaya transportasi ditanggung oleh pihak konsumen pembeli tersebut.
Produk yang dipasarkan seperti Patung Roro Boyo dan Wuwung adalah produk unggulan dari bapak Sapar. Target pasarnya saat ini tergantung pesanan dari pelanggan.Untuk promosinya sendiri bapak Sapar tidak menggunakan sosial media dan hanya menggunakan metode dari mulut kemulut atau WOM (word of mouth).